MOTTO PASKIBRA

PASKIBRA ...
Tidak takut salah ...
Tidak takut kalah ...
Tidak takut jatuh ...
Tidak takut mati ...
Takut mati jangan hidup ...
Takut hidup mati sekalian ...

Pengertian Tata Krama dan Sopan Santun

  • Sopan Santun
Sopan Santun adalah sikap perilaku seseorang yang merupakan kebiasaan yang disepakati dan diterima dalam lingkungan pergaulan.

  • Tata Krama
Tata krama dibagi atas 2 bagian yaitu :
  1. Tata artinya peraturan, adat, aturan, dan norma.
  2. Krama artinya sopan santun, tindakan, perlakuan, dan perbuatan
Jadi, tata krama adalah :
  • kebiasaan adat sopan santun yang disepakatiantar anggota masyarakat disuatu tempat.
  • kebiasaan sopan santun yang disepakati dilingkungan rumah / keluarga, sekolah, hubungan masyarakat dimana siswa berada.

JENIS – JENIS PAKAIAN PASKIBRA

1.    Pakaian Dinas Harian (PDH)
2.    Pakaian Dinas Latihan (PDL)
3.    Pakaian Dinas Kotak – kotak (PDK)
4.    Pakaian Dinas Upacara (PDU)
5.    Pakaian Dinas Lomba
Catatan : Semua anggota dan pengurus Paskibra wajib memiliki PDH dan PDL

URUTAN PELANTIKAN PASKIBRA

1.    Pelantikan Capas menjadi anggota Paskibra
2.    Pelantikan anggota Paskibra menjadi Junior (Latihan Kepemimpinan)
3.    Pelantikan Junior menjadi Senior

TENTANG PELANTIKAN PASKIBRA

TATA TERTIB PESERTA PELANTIKAN

1.    Dilarang menyalakan api sembarangan
2.    Peserta wajib mengikuti kegiatan yang diadakan oleh panitia kecuali ada izin dari panitia.
3.    Peserta tidak boleh meninggalkan perkemahan/base camp tanpa seizing panitia.
4.    Peserta putra dilarang memasuki tenda atau areal putrid dan sebaliknya.
5.    Dilarang membuat gaduh perkemahan tanpa izin.
6.    Peserta dilarang merokok dan minum-minuman keras.
7.    Peserta harus menyediakan air untuk keperluannya sendiri dan untuk keperluan regu.
8.    Peserta wajib menjaga kebersihan, keamanan, keindahan, base camp dan adanya pergaulan yang sopan.
9.    Peserta wajib menjaga ketenangan dalam beribadah.
10.    Peserta harus menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh panitia.
11.    Peserta tidak boleh membeli makanan.
12.    Peserta dilarang membawa perhiasan yang berlebihan
13.    Peserta dilarang membawa alat komunikasi HP dan sejenisnya.
14.    Peserta yang akan menerima tamu harus meminta izin ke panitia.
15.    Setiap peserta yang melanggar segala ketentuan yang diadakan oleh panitia akan dikenakan sangsi,

APLIKASI/PENGGUNAAN ABA-ABA

  Kepada Pembina upacara – H o r m a t  = GERAK
•    Pasukan satu – L a n g k a h   t e g a p   m a j u  = JALAN
•    Semua pasukan – B e r h i t u n g  = MULAI

E.    Macam-Macam Gerakan dalam Baris-Berbaris
1.    Gerak di tempat
1). Sikap sempurna        6). Hadap Kanan/kiri
2). Istirahat di tempat        7). Balik Kanan
3). Parade Istirahat        8). Hadap serong kanan/kiri
4). Lencang kanan/kiri        9). Jalan ditempat
5). Lencang depan        10). Hormat bendera/Pembina

2.    Gerak meninggalkan tempat
1). Langkah tegap, langkah biasa, langkah parade
2). Langkah ke kanan/kiri/ke depan / ke belakang
3). Langkah lari
4). Haluan Kanan/kiri


3.    Bentuk barisan
1). Bentuk bersaf :     X X X X X X X X X X X X        2). Bentuk Berbanjar    X  X X X
            X X X X X X X X X X X                 X  X X 
            X X X X X X X X X X X                 X  X X
                                    X  X X
                                    X  X X
4.    Macam-macam Langkah
a.    Langkah tegap panjangnya 70 cm tempo 96 tiap menit
b.    Langkah biasa panjangnya 70 cm tempo 96 tiap menit
c.    Laangkah perlahan panjangnya 40 cm tempo 80 tiap menit
d.    Langkah ke depan panjangnya 60 cm tempo 70 tiap menit
e.    Langkah ke belakang panjangnya 40 cm tempo 70 tiap menit
f.    Langkah ke samping kanan/kiri panjangnya 40 cm tempo 70 tiap menit
g.    Langkah diwaktu lari panjangnya 80 cm tempo 165 tiap menit

F.    Penjelasan Gerakan Dasar
1.    Sikap Sempurna
Aba-aba : S i a p  = GERAK
Pelaksanaan : Badan berdiri tegap, kedua tumit rapat kedua kaki membentuk sudut 45o, lutut lurus dan paha dirapatkan, perut ditarik sedikit dada dibusungkan, jari tangan menggenggam, punggung ibu jari menghadap ke depan merapat pada jahitan celana, leher lurus, mulut ditutup, mata memandang lurus ke depan.
2.    Istirahat
Aba-aba : Istirahat – d i- t e m p a t  = GERAK
Pelaksanaan : Kaki kiri dipindahkan ke samping kiri (± 30 cm), kedua belah lengan dibawa ke belakang di bawah pinggang, punggung tangan kanan di atas telapak tangan kiri, tangan kanan dikepalkan, tangan kiri memegang pergelangan tangan kanan di antara ibu jari dan telunjuk.
Aba-aba terakhir : S i a p  = GERAK
3.    Jalan di tempat
Aba-aba : J a l a n  d I   t e m p a t  = GERAK
Pelaksanaan : Gerakan dimulai dengan kaki kiri , lutut berganti-ganti diangkat sehingga paha rata-rata air (horizontal). Badan tegap pandangan mata tetap ke depan, lengan dirapatkan pada badan tidak dilenggangkan.
4.    Lencang kanan/kiri (hanya dalam bentuk bersaf)
Aba-aba : L e n c a n g   k a n a n / k i r i  = GERAK
Pelaksanaan : Pasukan dalam keadaan sikap sempurna, , mengangkat lengan kanan/kiri ke samping kanan/kiri , jari-jari tangan menggenggam, punggung tangan menghadap ke atas, kepala dipalingkan ke kanan/kiri, kecuali penjuru kanan/kiri  tetap ke depan.
Aba-aba terakhir : T e g a k  = GERAK
5.    Setengah Lencang Kanan/Kiri
Aba-aba : S e t e n g a n    l e n c a n g    K a n a n / K i r i = GERAK
Pelaksanaan : Pasukan dalam keadaan sikap sempurna, seperti lencang kakana/kiri tapi tangan kanan/kiri dipinggang dengan siku menyentuh lengan disebelahnya, pergelangan lurus, ibu jari disebelah belakang dan empat jarinya rapat satu dengan yang lainnya di sebelah depan.
Aba-aba terakhir : T e g a k  = GERAK
6.    Lencang depan (hanya dalam bentuk berbanjar)
Aba-aba : L e n c a n g   d e p a n  = GERAK
Pelaksanaan : penjuru tetap sikap sempurna, banjar kanan nomor dua dan seterusnya meluruskan ke depan dengan mengangkat tangan, Jika berbanjar tiga maka saf terdepan mengambil satu lengan/ setengah lengan disamping kanan. Anggota yang berada di banjar tengah dan kiri melaksanakan tanpa mengangkat tangan.
Aba-aba terakhir : T e g a k  = GERAK
7.    Hadap Kanan/kiri
Aba-aba : H a d a p   k a n a n  / k i r i  = GERAK
Pelaksanaan : Kaki kiri/kanan diajukan melintang kedepan kaki kanan/kiri, lekuk kaki kiri/kanan berada diujung kaki kanan. Tumit kaki kanan/kiri dengan badan diputar  ke kanan/kiri 90o, kaki kiri/kanan dirapatkan kembali ke kanan/kiri seperti dalam keadaan sikap sempurna
8.    Hadap serong kanan/kiri
Aba-aba : H a d a p   s e r o n g   k a n a n  / k i r i  = GERAK
Pelaksanaan : Sama dengan hadap kanan/kiri, bedanya tumik kaki kanan/kiri dan  badan diputar 45o ke kanan/kiri
9.     Balik Kanan
Aba-aba : B a l i k   k a n a n  = GERAK
Pelaksanaan : Kaki kiri diajukan melintang (lebih dalam dari hadap kanan) di depan kaki kanan. Tumit kaki kanan beserta dengan badan diputar 180o. kaki kiri dirapatkan ke kaki kanan seperti dalam keadaan sikap sempurna.
10.    Hormat
Aba-aba : H o r m a t  = GERAK
Aba-aba terakhir : T e g a k  = GERAK
Pelaksanaan : Hormat pada Pembina posisi tangan merapat telapak tangan menutup ke bawah, punggung tangan diperlihatkan, posisi sudut 450
Hormat pada bender merah putih, pelaksanaan sama dengan hormat pada Pembina, posisi sudut 900.
11.    Periksa Kerapihan
Aba-aba : P e r i k s a    k e r a p i h a n  = MULAI
Pelaksanaan : Pasukan dalam keadaan istirahat, Pada aba-aba peringatan , pasukan serentak mengambil sikap sempurna, pada saat aba-aba pelaksanaan dengan serentak membungkukkan badan dan mulai memeriksa atau membetulkan perlengkapannya dari ujung kaki sanpai ke penutup kepala. Jika sudah rapi, komando memberikan
Aba-aba terakhir = SELESAI, pasukan dengan serentak mengambil sikap istirahat.


12.    Cara Berhitung
Aba-aba : H i t u n g  = MULAI
Pelaksanaan : Jika bersaf, aba-aba peringatan penjuru tetap menghadap ke depan, sedangkan anggota lainnya pada saf depan memalingkan muka ke kanan , pada aba-aba pelaksanaan berturut-turut dari penjuru kanan menyebut nomor sambil memalingkan muka  ke depan. Jika berbanjar maka semua dalam keadaan sikap sempurna Aba-aba terakhir dikomandoi pasukan nomor terakhir S i a p = SELESAI
13.    Bubar jalan dengan penghormatan
Aba-aba : B u b a r  = JALAN
Pelaksanaan : Pada aba-aba pelaksanaan setiap pasukan memberikan penghormatan kepada komando/pimpinan sesudah dibalas kembali dalam sikap sempurna kemudian “balik kanan”.
14.    Bubar jalan tanpa penghormatan
Aba-aba : Tanpa penghormatan -  b u b a r  = JALAN
Pelaksanaan : Semua pasukan langsung balik kanan dan bubar tanpa penghormatan terlebih dahulu.
15.    Maju jalan
Aba-aba : M a j u = JALAN
Pelaksanaan : Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri diajukan ke depan, lutut lurus, telapak kaki diangkat rata-rata tanah ± 20 cm, lengan kanan ke depan 90o, lengan kiri 30o ke belakang dengan tangan menggenggam, ibu jari menghadap ke atas. Pada saat melenggangkan tangan supaya jangan kaku.
Seluruh anggota meluruskan barisan ke depan dengan melihat pada belakang leher.
DILARANG KERAS : BERBICARA, MELIHAT KE KIRI/ KE KANAN, MENUNDUKKAN KEPALA.
16.    Langkah biasa
Aba-aba : L a n g k a h   b i a s a  = JALAN
Pelaksanaan : Cara melankahkan kaki seperti pada waktu berjalan biasa. Pertama tumit diletakkan ke tanah selanjutnya seluruh kaki. Lengan dilenggangkan ke depan 45o dank e belakang 30o. ibu jari menghadap ke atas. Lengan dilemaskan
17.    Langkah tegap
Aba-aba : Langkah tegap – M a j u = JALAN
Pelaksanaan : Mulai berjalan dengan kaki kiri, langkah pertama selebar satu langkah, selanjutnya seperti jalan biasa (panjang dan tempo sesuaikan) dengan cara kaki dihentakkan terus menerus tetapi tidak dengan berlebihan, telapak kaki rapat dan sejajar dengan tanah, kai tidak boleh diangkat tinggi. Tangan menggenggam, punggung tangan menghadap ke samping luar, ibu jari tangan menghadap ke atas. Lenggang lengan ke depan 90o, lenggang lengan ke belakang 30o.
18.    Langkah perlahan (mengantar jenazah dalam upacara kemiliteran)
Aba-aba : Langkah perlahan - M a j u = JALAN
Pelaksanaan : gerakan dilakukan dengan sikap sempurna, pada aba-aba JALAN kaki kiri dilangkahkan ke depan, setelah kaki kiri menapak ditanah segera disusul kaki kanan ditarik ke depan dan ditahan sebentar disebelah mata kaki kiri, kemudian dilanjutkan dirapatkan di depan kaki kiri.
19.    Langkah ke kanan/kiri (maksimal 4 langkah)
Aba-aba : ………..L a n g k a h   k e   k a n a n / k I r i = JALAN
Pelaksanaan : Pada aba-aba pelaksanaan kaki kanan/kiri di langkahkan ke samping kanan/kiri sepanjang ± 40 cm. selanjutnya kaki kiri/kanan dirapatkan pada kaki kanan/kiri hingga kembali ke bentuk sikap sempurna.
20.    Langkah ke belakang (maksimal 4 langkah)
Aba-aba : ……….L a n g k a h   k e   b e l a k a n g  = JALAN
Pelaksanaan : kaki kiri di langkahkan ke belakang. Tangan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan sempurna.
21.    Langkah ke depan (maksimal 4 langkah)
Aba-aba : ………... L a n g k a h   k e   d e p a n  = JALAN
Pelaksanaan : Kaki kiri melangkah ke depan , panjang langkah 60 cm. gerakan kaki seperti langkah tegap dan dihentakkan . lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap seperti sikap sempurna.
22.    Haluan kanan/kiri
Aba-aba : H a l u a n  k a n a n / k I r i = JALAN
Pelaksanaan : Dilakukan pada saat pasukan sedang berjalan. Haluan kanan/kiri, pasukan paling kanan/kiri dijadikan poros, gerakan kaki jalan ditempat dan secara perlhan haluan ke kanan/kiri, pasukan tengah jalan biasa tidak terlalu cepat, pasukan paling kiri/kanan melangkah cepat menyesuaikan tempo gerakan teman disebelahnya.

Keterangan :     Nomor 1-10 aba-aba pelaksanaan adalah GERAK
            Nomor 11-12 aba-aba pelaksanaan adalah MULAI
            Nomor 13-22 aba-aba pelaksanaan adalah JALAN

Catatan : Jika komandan/pimpinan salah dalam memberikan aba-aba, maka pasukan serentak menjawab  S i a p  = ULANGI

SEMBOYAN PASKIBRA : SATOTEMA

SA : Salam artinya mengucapkan salam apabila bertemu
TO : Tolong artinya saling tolong menolong sesama capas atau kepada organisasi lain
TE : Terima kasih artinya mengucapkan terima kasih apabila di beri sesuatu oleh senior baik hadiah maupun sangsi.
MA : Maaf artinya mengucapkan maaf apabila melakukan kesalahan peraturan dan tata tertib yang ada pada Paskibra.

SEJARAH BURUNG GARUDA

Burung garuda sejenis dengan rajawali. Tapi, garuda merupakan tokoh rekaan yang hanya ada dalam dunia wayang atau dongeng. Tokoh garuda muncul dalam epos Ramayana dan cerita Garudeya. Bagaimana sejarahnya hingga ia jadi lambang negara kita?
Baik elang maupun rajawali merupakan burung perkasa yang sering dijadikan lambang negara. Sejak tahun 1989 misalnya, pemerintah DKI Jakarta menetapkan elang bondol sebagai lambang Kota Jakarta.

Selain elang bondol, ada pula burung rajawali Haliaetus leucocephalus atau elang besar yang menjadi lambang Amerika Serikat karena penampilannya yang perkasa, dan ukurannya yang besar. Di Eropa ada juga rajawali laut berekor putih. Tubuhnya lebih kekar, dengan bentangan sayap 2,5 m. Kebasan sayap burung ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Kalau sedang berburu mangsa, ia terbang tanpa kebasan sayap. Dari tempat yang tinggi, ia berputar-putar melingkar, lalu menukik pesat ke arah mangsa seraya mendorongkan kuku kakinya ke depan. Kehebatan inilah yang mendorong warga Jerman memilih rajawali laut berekor putih sebagai lambang negara, hingga saat ini.

Kisah kegagahan rajawali laut berekor putih itu pun tersebar sampai ke pantai barat India. Keperkasaannya menerkam ulang juga terdengar oleh para pujangga India di masa lalu. Maka, dalam cerita-cerita yang mereka buat, burung rajawali pun tampil sebagai Resi Garuda, yakni makhluk berkepala burung dan bertubuh manusia. Menurut cerita, burung garuda itu merupakan kendaraan yang biasa dipergunakan Batara Wisnu.

Dari mitos India inilah, para pujangga Jawa zamannya Dharmawansa Anantawikrama Uttunggadewa mengenal dan menyebarkan nama garuda di Jawa Timur tahun 991-1016. Meskipun tidak melihat sendiri wujud burung itu, mereka berhasil membayangkan dan mengabadikannya dalam pahatan relief Candi Kedaton dan Kidal.

Kemudian, garuda yang setengah orang setengah burung diabadikan lebih nyata sebagai arca Airlangga (titisan Wisnu) di Candi Belahan. Dan, sejak proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945, burung garuda dilukiskan sebagai burung rajawali seutuhnya. Kepalanya pun menengok ke kanan seperti semua lambang elang negara lain. Tapi, ia membawa perisai berisi lambang-lambag Pancasila. Sobat-sobat sudah tahu, kan, jumlah bulu sayapnya 17, bulu ekornya 8, bulu ekor di bawah perisai 19, dan bulu kecil di lehernya 45. Ini sangat tepat dengan hari lahir Republik Indonesia. Kakinya merentang spanduk Jawa Kuno, "Bhineka Tunggal Ika", yang berarti beraneka ragam tapi tetap satu…
Kemudian dari rujutan sejarah dalam catatan yang pernah saya pelajari bahwa hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan bagaimana kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.Dia lah Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak.

Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.

Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.

Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini…


PENGERTIAN UPACARA

Terbagi menjadi dua bagian (yaitu upacara Umum dan Upacara Khusus)

1.      Upacara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang di instansi kantor pemerintah untuk memperingati sesuatu atau karena diadakan acara tertentu. Contoh : Upacara peringatan HUT kemerdekaan Republik Indonesia, Upacara hari ibu, Upacara serah terima jabatan, dan lain sebagainya.

2.      Upacara khusus adalah upacara yang dilaksanakan secara khusus tanpa membutuhkan kehadiran pejabat dan memiliki tata urutan upacara yang tidak harus lengkap. Contoh : kegiatan apel, laporan serah terima jabatan, dll.


B. Urut-Urutan / Langkah / Tahapan Upacara Umum (Ringkas)

1.      Persiapan Upacara
- Atur peserta dalam kelompok barisan oleh pimpinan barisan
- Petuga upacara seperti petugas bendera, pembaca UUD '45, dll berada di posisi masing-masing
- Pemimpin upacara masuk ke lapangan dan mengambil alih komando dan merapikan barisan peserta.
- Pembawa acara membaca urutan upacara

2.       Pelaksanaan Upacara
- Ketua pelaksana atau penanggung jawab lapor ke pembina upacara bahwa upacara siap mulai.
- Pembawa upacara mengatakan upacara segera dimulai, pembina upacara memasuki tempat upacara.
- Pemimpin menyiapkan barisan sebelum pembina tiba.
- Pembina memasuki lokasi upacara diantar penanggung jawab.
- Penghormatan umum kepada pembina upacara dipimpinoleh pemimpin upacara.
- Pemimpin upacara lapor kepada pembina upacara bahwa upacara siap dimulai.
- Penaikan bendera merah-putih oleh petugas.
- Setelah bendera siap lakukan penghormatan kepada bendera.
- Mengheningkan cipta dipimpin oleh pembina upacara.
- Pembacaan teks pancasila
- Pembacaan UUD 1945
- Pembacaan teks lain sesuai acara
- Amanat pembina upacara, barisan diistirahatkan. Siapkan jika telah selesai
- Pembacaan Doa
- Laporan pemimpin upacara kepada pembina upacara bahwa upacara telah selesai
- Penghormatan umum kepada pembina upacara oleh pemimpin upacara
- Pembina upacara meninggalkan tempat upacara dan diluar lokasi disambut penanggungjawab / ketua panitia
- Pemimpin upacara mengembalikan komando ke pemimpin barisan lalu menginggalkan tempat upacara
- Pemimpin barisan membubarkan barisan

KEWAJIBAN DAN HAL-HAL YANG MUNGKIN TERJADI SEWAKTU UPACARA BENDERA DILAKSANAKAN

1.  Kewajiban pada waktu dilaksanakan upacara bendera di sekolah semua guru, siswa, staff yang berada dihalaman sekolah yang kebetulan tidak mengikuti upacara pengibaran/penurunan bendera mereka diwajibkan mengambil sikap sempurna mengarah kearah bendera dan memberikan penghormatan.
2.  Gangguan pada saat upacara bendera

· Kerekan macet Upacara berjalan terus dan setelah selesai kerekan dibetulkan.
· Tali kerekan putus Kelompok pengibar bendera berusaha menangkap bendera tegak lurus sampai upacara selesai kemudian bendera dilipat sesuai ketentuan untuk disimpan.
· Tiang bendera roboh Kelompok pengibar bendera berusaha menegakkan/menangkap tiang bendera yang roboh bila tidak mungkin dipertahankan laksanakan seperti pada sebelumnya.
· Cuaca buruk/hujan Apabila sebelum dilaksanakan upacara, cuaca buruk/hujan maka upacara penaikan bendera dibatalkan. Tetapi apabila sudah dilaksanakan upacara, cuaca buruk/hujan maka upacara tetap dilaksanakan sampai bendera berada dipuncak dan lagu selesai dinyanyikan.

TATA UPACARA BENDERA (TUB)

ARTI

Tata : mengatur, menata, menyusun
Upa : rangkaian
Cara : tindakan, gerakan
Jadi Tata Upacara Bendera adalah tindakan dan gerkan yang dirangkaikan dan ditata dengan tertib dan disiplin. Pada hakekatnya upacara bendera adalah pencerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan salah satu pancaran peradaban bangsa, hal ini merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.

SEJARAH

Sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia telah melaksanakan upacara, upacara selamatan kelahiran, upacara selamatan panen.

DASAR HUKUM

1. Pancasila
2. UUD 1945 (tentang Sistem Pendidikan Nasional)
3. Inpres No. 14 tahun 1981 (tentang Urutan Upacara Bendera)

MAKSUD DAN TUJUAN
a. untuk memperolah suasana yang khidmat, tertib, dan menuntut pemusatan perhatian dari seluruh peserta, maka disusunlah petunjuk pelaksanaan kegiatan ini.
b. menjadikan sekolah memiliki situasi yang dinamis dalam segala aspek kehidupan bagi para siswa, guru, pembina dan kepala sekolah. Sehingga sekolah memiliki daya kemampuan dan ketangguhan terhadap gangguan-gangguan negatif baik dari dalam maupun luar sekolah, yang akan dapat mengganggu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.

PEJABAT UPACARA

1. Pembina Upacara
2. Pemimpin Upacara
3. Pengatur Upacara
4. Pembawa Upacara

PETUGAS UPACARA

a. Pembawa naskah Pancasila
b. Pembaca Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
c. Pembaca Do’a
d. Pemimpin Lagu
e. Kelompok Pengibar / Penurun Bendera
f. Kelompok Pembawa Lagu
g. Cadangan tiap perangkat

PERLENGKAPAN UPACARA

1) Bendera Merah Putih
Ukuran perbandingan 2 : 3
Ukuran terbesar 2 X 3 meter
Ukuran terkecil 1 X 1,5 Meter
2) Tiang Bendera
Minimal 5 meter maksimal 17 meter
Perbandingan bendera dengan tiang 1 : 5
3) Tali Bendera
Diusahakan tali yang digunakan adalah tali layar dan bukan tali plastik
4) Naskah-naskah
a.      Pancasila
b.      Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
c.       Naskah Do’a
d.      Naskah Acara

URUTAN LENCANA (LK) SESUAI WARNA DAN TINGKATANNYA

Warna putih untuk pemula (pelajar/paskibra SMP/SMA)
Warna Hijau untuk latihan perintis Pemuda (Anggota paskibraka tingkat Kota/Kabupaten & Propinsi)
Warna Merah untuk latihan pemuka Pemuda (Paskibraka tingkat Nasional
Warna Kuning untuk latihan pendamping Pemuda (Para Pelatih Paskibraka)
Warna Ungu untuk latihan peñatas Pemuda (Dewan Penasehat Pemuda)
Warna Abu- abu untuk latihan penaya Pemuda (Pelindung)

PENGGUNAAN BENDERA KEBANGSAAN DENGAN BENDERA ORGANISASI.

a. Bendera Indonesia ditengah
b. Bendera Indonesia lebih tinggi
c. Bendera Indonesia tiangnya lebih tinggi dari bendera Lain
d. Bendera Indonesia tidak boleh dipasang silang dengan bendera lain


Teori Kepemimpinan

Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.

Teori-teori dalam Kepemimpinan
Teori kepemimpinan dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu Teori Traits Model of Leadership, Teori Model of Situasional Leadership, Teori Model of Effective Leaders, Teori Contingency Model, dan Teori Model of Transformational Leadership. Penjelasan dari masing-masing teori tersebut dapat anda simak dalam pembahasan berikut:

1. Teori Traits Model of Leadership

Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain.  Terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah.

Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.

2. Teori Model of Situasional Leadership

Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan
dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi
tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.

Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.

3. Teori Model of Effective Leaders

Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).

Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.

4. Teori Contingency Model

Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).

Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).

MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

5. Teori Model of Transformational Leadership

Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.

Kepemimpinan

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

·         Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
·         Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
·         Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Program latihan

ahap latihan baris berbaris adalah sebagi berikut :


Þ    Gerakan ditempat.
Þ    Gerakan baris berbaris yang dilakukan ditempat misal : Sikap siap, istirahat, hormat, lencang kanan, jalan ditempat dan lain sebagainya. Gerakan ditempat adalah kunci sukses dalam latihan baris berabris. Dalam latihan awal ini ketegasan pelatih mutlak diperlukan, karena jika anak didik sudah terbiasa dengan aba-aba dan gerakan yang tegas serta kompak maka dalam latihan pindah tempat dan berjalan akan menjadi mudah, karena secara emosi mereka sudah mulai terarah pada gerakan-gerakan selanjutnya.

Þ    Gerakan pindah tempat
Þ    Gerakan baris berbaris dengan pindah tempat tanpa melakukan gerakan berjalan, misal : 2 langkah kedepan/kebelakang, geser ke kekiri/kanan dan lain sebagainya

Þ    Gerakan berjalan.
Þ    Dalam latihan berjalan maka tahap latihan sebaiknya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil antar 10 – 15 orang per kelompok karena akan lebih mudah untuk memperhatikan dan mengoreksi gerakan setiap anggota, setelah anggota pasukan dianggap mampu baru digabung menjadi kelompok yang besar.

Þ    Langkah Biasa
Þ    Yaitu membiasakan peserta untuk melakukan gerakan-gerakan langkah biasa, hal ini  juga dimaksudkan agar dapat diberikan dasar-dasar penyeragaman langkah.

Þ    Langkah Tegap
Þ    Gerakan langkah tegap akan gerakan baris berbaris dengan sikap yang tegap baik ayunan tangan dan kaki, termasuk hentakan kaki sehingga dapat menimbulkan irama yang tegap, kompak dan mantap.
o   Dalam langkah tegap kekompakan dan keseragaman ayunan tangan harus benar-benar diperhatikan karena ayunan tangan akan menunjukkan keindahan dalam dalam berbaris.

Þ    Latihan tempo melangkah.
Þ    Saat latihan baris berbaris yang harus diperhatikan adalah tempo langkah baris berbaris dan kekompakan untuk melaksanakan sesuai peraturan tempo yang berlaku.
Þ    Untuk latihan tempo berjalan maka para pelatih dapat menggunakan tape recorder dan memutar lagu-lagu mars sesuai dengan tempo yang berlaku. Saat ini tempo langkah baris berbaris yang berlaku adalah 120 langkah per menit dengan panjang langkah 65 cm.
Þ    Berbaris sambil diiringi lagu-lagu mars akan membuat semua anggota pasukan lebih mudah menyeragamkan langkah sesuai dengan tempo lagu yang diputar.
Þ    Dalam latihan tempo dapat dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing kelompok bergantian melakukan gerakan kombinasi jalan ditempat dan langkah biasa atau langkah tegap. Dengan latihan kombinasi ini akan mempermudah saat melakukan formasi pengibaran bendera, karena saat melakukan formasi biasanya gerakan jalan ditempat dan langkah tegap akan saling mengisi sehingga tempo langkah setiap anggota harus sama dan kompak

Þ    Pujian dan Hukuman
Dalam latihan baris berbaris kadang-kadang ada anggota yang melakukan gerakan-gerakan yang sangat kompak dan bagus dalam melakukan gerakan. Pelatih yang baik akan selalu jeli terhadap semua gerakan anak didiknya,dan disaat istirahat maka pelatih sebaiknya tidak segan-segan untuk memberikan pujian. Tetapi apabila ada anggota pasukan yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam melakukan baris berbaris maka pelatih dalam memberikan hukuman harus jelas arahnya agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Hukuman sebaiknya tidak berupa hukuman phisik yang dilakukan secara langsung misal push up, squat jam dan lain-lainnya, karena :
Hukuman seperti ini tidak akan berdampak positip bagi anggota karena merugikan kondisi phisik anggota yang terbuang tenaganya sebab harus menjalani hukuman
Membuang waktu karena ada anggota yang dihukum sehingga anggota yang lain tidak dapat meneruskan latihan.
Hukuman yang dilakukan sebaiknya bersifat mendidik dan membuat anggota yang melakukan kesalahan benar-benar merasakan bahwa akibat kesalahan yang dilakukan akan merugikan anggota yang lain.
Jika ada anggota yang sering melakukan kesalahan maka anggota yang bersangkutan dipisah dan secara individual diberikan arahan dan dikoreksi gerakan-gerakannya. Jika kesalahan dilakukan saat melakukan gerakan ditempat maka dapat diberi hukuman dengan melakukan gerakan-gerakan yang salah sebanyak 10 kali, dengan cara seperti ini selain akan meningkatkan kemampuan anak didik juga sebagai bentuk latihan khusus sehingga anggota tersebut dapat lebih memahami kekurangannya dan memperbaiki dengan cepat, sedang manfaat pelatih dengan memberi hukuman seperti itu maka akan meningkatkan kemampuan anggotanya secara cepat tanpa merugikan yang lain.
Jika kesalahan dilakukan saat latihan berjalan maka secara personal anggota tersebut dapat diperintah untuk melakukan langkah tegap secara sendiri/ personal. Dengan cara ini palatih dapat memperhatikan kemampuan secara individu, sedang bagi anggota yang melakukan baris berbaris sendiri akan menimbulkan perasaan malu karena telah melakukan kesalahan dan pasti dia akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.
Hukuman-hukuman yang berupa push up, squat jam atau hukuman phisik lainnya sudah saatnya ditinggalkan karena hanya akan merugikan peserta latihan secara keseluruhan dan bersifat kurang mendidik. Jika ada yang beralasan kalau hukuman tersebut untuk meningkatkan kondisi phisik, maka pelatih yang mengatakan hal tersebut harus meningkatkan pemahaman tentang latihan baris berbaris yang benar,sebab saat sudah masuk latihan baris berbaris Paskibraka kondisi phisik peserta harus baik dan peningkatan kondisi phisik secara instant akan membuat peserta kurang sehat sehingga tidak dapat berprestasi dengan optimal.

Kewajiban Pelatih.

Keberhasilan latihan baris berbaris sangat tergantung pada kualitas dan kesanggupan seorang pelatih. Pelatih yang melatih hanya karena tugas tidak akan bisa mencapai hasil yang sempurna. Pelatih baris berbaris harus mempunyai kemampuan ilmu melatih sesuai peraturan peraturan yang berlaku dan kemampuan psikologis untuk mengerti kemampuan anak didiknya. Pelatih yang berkualitas harus mempunyai dasar-dasar melatih dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya antara lain :


Þ    Perasaan kasih sayang,
Þ    Pelatih harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh anak didiknya.

Þ    Persiapan
Þ    Persiapan yang baik akan menentukan keberhasilan latihan. Pelatih harus mempersiapkan program apa yang akan dilatihkan, pembagian waktu, alat –alat yang diperlukan, tempat dan lain sebagainya.

Þ    Mengenal tingkatan anak didik.
Þ    Kemampuan setiap anak didik berbeda-beda dalam menyerap materi latihan yang diberikan, oleh sebab itu pelatih harus dapat memahami kemampuan setiap anak didiknya dan memberikan metode latihan sesuai yang dibutuhkan sehingga pada akhirnya dapat dicapai suatu hasil yang optimal.

Þ    Tidak sombong
Þ    Keahlian dan kepandaian melatih bukanlah hal yang harus disombongkan atau hanya dipamerkan, melainkan wajib diamalkan dan diberikan kepada anak didiknya dengan kesabaran dan ketelatenan.

Þ    Adil
Þ    Pelatih harus dapat memberikan keseimbangan saat latihan dalam segala hal dengan cara memberikan pujian atau teguran tanpa membeda-bedakan satu dengan lainnya.

Þ    Teliti
Þ    Pelatih harus cermat dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan sesuai dengan aturan yang berlaku. Gerakan setiap anak didiknya harus selalu diperhatikan sehingga dapat menerapkan gerakan sesuai dengan aturan yang benar.

Þ    Sederhana
Þ    Dalam memberikan penjelasan setiap gerakan pelatih harus mempergunakan bahasa dan kalimat yang sederhana sehingga mudah dipahami oelh setiap anak didik.

Þ    Teladan
Þ    Pelatih sebaiknya banyak memberikan dengan contoh-contoh gerakan, memberikan teladan dan selalu mengoreksi setiap anak didiknya sehingga mereka dapat melakukan gerakan dengan baik dan benar. Jika dilapangan pelatih sebaiknya tidak usah terlalu banyak bercerita atau memberikan pengarahan-pengarahan yang tidak perlu sebab yang diperlukan adalah pengulangan latihan-latihan setiap gerakan sehingga anak didik benar-benar memahami setiap gerakan dan dapat melaksanan dengan benar.

Pelatih

Karena yang mengeluarkan peraturan baris berbaris adalah militer maka dengan dasar itu pelatih Paskibraka diambil dari instansi militer karena dianggap lebih memahami peraturan tersebut dan dapat memberikan ilmu baris berbaris sesuai peraturan yang berlaku. Didalam perkembangannya pelatih disekolah banyak yang melibatkan para purna paskibraka untuk melatih baris berbaris, namun harus dipahami bahwa siapapun yang memberikan latihan baris berbaris baik dari unsur militer maupun sipil/purna paskibraka semuanya harus berpedoman pada Peraturan Baris Berbaris yang berlaku.

Peraturan Baris Berbaris.

Peraturan baris berbaris diseluruh Indonesia hanya mengacu pada Peraturan Baris Berbaris Militer yang terdapat dalam Buku Peraturan tentang Baris Berbaris Angkatan Bersenjata. Buku ini disahkan oleh Surat Keputusan Pangab dan peraturan yang terakhir adalah Skep Pangab nomor : Skep/611/X/1985 tanggal 8 Oktober, tetapi tahun 1992 ada perubahan pada Skep tersebut pada tempo langkah biasa dan langkah tegap dari 96 langkah tiap menit menjadi 120 langkah tiap menit.

Þ    Di dalam peraturan ini dibagi  dalam 2 bagian yaitu baris berbaris dengan menggunakan senjata dan baris berbaris tanpa senjata. Peraturan baris berbaris militer tersebut diterapkan disemua kegiatan baris berbaris, sehingga dalam latihan Paskibraka harus mengacu pada peraturan baris berbaris tanpa senjata yang berlaku dan tidak boleh menerapkan aturan-aturan sendiri.

Arti Warna

Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan raga manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan jiwa dan raga manusia untuk membangun Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa (gula aren) dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.

Makna merah putih

Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[1] Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.[2] Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[3] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.[4] Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.[5] Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam[6] yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula. [7]

Tentang Makna Merah Putih

Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka Merah Putih (bendera asli jahitan tangan ibu Fatmawati), Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.

Pembentukan Formasi Pasukan

Pada dasarnya Paskibraka terdiri dari 3 tingkatan, yaitu tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi, dan Nasional. Untuk tingkat Kota/Kabupaten yaitu melaksanakan tugas di Kota asal Paskibraka tersebut dengan inspektur upacara yaitu Walikota/setara. Pembentukan Tingkat Provinsi yaitu diseleksi dari kota-kota pada provinsi tersebut dan akan diutus ke ibukota provinsi dari kota-kota di provinsi daerah asal, Paskibraka pada tingkat ini melaksanakan tugas di ibukota Provinsi dengan inspektur upacara yaitu Gubernur/setara. Dan yang akhir yaitu tingkat Nasional yaitu Paskibraka yang diseleksi dari seluruh provinsi di Indonesia yang tiap-tiap provinsi akan mengutus satu putra dan satu putri terbaik dan tingkat ini melaksanakan tugas di Istana Negara atau Istana Merdeka Jakarta, dengan inspektur upacara yaitu Presiden Republik Indonesia. Paskibraka dibagi menjadi dua tugas yaitu pasukan yang melakukan tugas pagi sebagai pengibar bendera dan tugas sore sebagai pasukan penurunan bendera.
Formasi khusus Paskibraka yaitu:

  • Pasukan 17 berposisi di paling depan sebagai pemandu/pengiring dengan dipimpin oleh suatu Komandan Pleton (Danton). Pasukan 17 Ini seluruhnya merupakan anggota Paskibraka.
  • Pasukan 8 berposisi di belakang pasukan 17 sebagai pasukan inti dan pembawa bendera. Di pasukan ini terdapat 4 anggota TNI atau POLRI sebagai pengawal dan 2 putri Paskibraka sebagai pembawa bendera, 3 putra Paskibraka pengibar/penurun bendera, dan 3 putri Paskibraka di saf belakang sebagai pelengkap/pagar.
  • Pasukan 45 berposisi di belakang pasukan 8 sebagai pasukan pengawal/pengaman dan merupakan anggota dari TNI atau POLRI dengan senjata lengkap.
Untuk Pasukan yang melakukan pengibaran/penurunan bendera akan dipimpin oleh Komandan Kompi (Danki) yang posisinya di sebelah kanan Komandan Pleton (Danton) 17. Ini merupakan anggota TNI atau POLRI.

Latihan dan Persiapan PASKIBRAKA sebelum 17 Agustus (HUT-RI)

Paskibraka diawali dengan seleksi dari tingkat Kota/Kabupaten pada bulan Maret dan April, kemudian yang lolos ke tingkat Caprov/NAS (Calon Provinsi-Nasional) akan diutus ke Paskibraka tingkat Provinsi, dan di tingkat Provinsi tersebut akan dilakukan seleksi untuk diutus ke tingkat Nasional dengan pasangan satu putri dan satu putra terbaik. Menjelang 17 Agustus biasanya seminggu sebelum 17 agustus atau lebih akan dilakukan Karantina untuk anggota calon Paskibraka yang akan bertugas pada HUT-RI, pada Karantina ini anggota calon Paskibraka ini ditempatkan di asrama, pada Karantina ini mereka berlatih terus menerus untuk penugasan dengan melakukan gladi bersih dan gladi kotor dan sehari sebelum 17 agustus mereka melakukan Pengukuhan yang jatuh pada 16 Agustus, dan keesokan harinya anggota Paskibraka melakukan penugasan pagi (pengibaran) dan sore (penurunan).

Perbedaan Purna Paskibraka Indonesa (PPI), Paskibra, dan Paskibraka

Purna Paskibraka Indonesia atau disingkat PPI merupakan organisasi atau nama bagi anggota yang telah bertugas sebagai Paskibraka dan bertugas menjadi panitia atau pengurus kegiatan Paskibra dan Paskibraka. Paskibra merupakan pasukan pengibar bendera yang tidak bertugas sebagai pengibar bendera pusaka di tingkat kota, provinsi, dan nasional, namun hanya bertugas di sekolah. Paskibra merupakan anggota yang mengikuti ekstra kurikuler Paskibra di sekolah tetapi tidak diutus untuk menjadi Paskibraka, anggota Paskibra yang telah mengikuti seleksi Paskibraka tetapi tidak lolos, dan/atau anggota yang mengikuti perlombaan baris-berbaris paskibra yang tidak diutus menjadi Paskibraka. Paskibraka merupakan pasukan pengibar bendera pusaka yang dimana anggotanya melakukan tugas pengibaran dan/atau penurunan bendera duplikat pusaka merah putih di tingkat kota, provinsi, dan nasional.

Pengertian Paskibra

Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia di 3 tempat, yakni tingkat Kabupaten/Kota (Kantor Bupati/Walikota), Provinsi (Kantor Gubernur), dan Nasional (Istana Negara). Anggotanya berasal dari pelajar SMA Sederajat kelas 1 atau 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus.

 

Lambang

Lambang dari Purna paskibraka Indonesia adalah bunga teratai
  • tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya paskibraka harus belajar, bekerja, dan berbakti
  • tiga helai daun yang tumbuh mendatar/samping: artinya seorang pakibra harus aktif, disiplin, dan bergembira
Artinya adalah bahwa setiap anggota paskibraka memiliki jiwa yang sangat mulia. dan mengapa Lambang Paskibraka dilambangkan dengan Bunga Teratai. Karena Bunga Teratai tumbuh di lumpur dan berkembang diatas air yang bermakna bahwa anggota paskibraka adalah pemuda dan pemudi yang tumbuh dari (Orang Biasa) tanah air yang sedang bermekar/berkembang dan membangun.

Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:[10]
  1. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
  2. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
  3. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
  4. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
  5. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
  6. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
  7. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
  8. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
  9. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
  10. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.

Setiap orang dilarang:[10]
  1. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
  2. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
  3. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
  4. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
  5. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

powered by Dhapna ZN | Template by Dhapna ZN | Converted by DhapnaZN Template