Teori Kepemimpinan
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan.
Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan
sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena
itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari
masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori
tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian
suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan
menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,
persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya
serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori
kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan
interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan
beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan
kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia.
Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.
Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi
pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi
pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan
pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi
pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan
tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Teori-teori dalam Kepemimpinan
Teori
kepemimpinan dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu Teori Traits
Model of Leadership, Teori Model of Situasional Leadership, Teori Model
of Effective Leaders, Teori Contingency Model, dan Teori Model of
Transformational Leadership. Penjelasan dari masing-masing teori
tersebut dapat anda simak dalam pembahasan berikut:
1. Teori Traits Model of Leadership
Pada
umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti
tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti
misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan
berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan
lain-lain. Terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara
pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab,
partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan
pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan
hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah
faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial
para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah
dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang
dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut
dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas
kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat
rendah.
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a
relation that exists between persons in a social situation, and that
persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders
in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan
pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para
pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi
tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil
meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan
kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain
(selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan
dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin
dan pengikut.
2. Teori Model of Situasional Leadership
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan
dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi
tentang
kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi
atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin
berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan
efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih
berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian
pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih
menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak
pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang
bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi
atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk
mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang
mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya,
menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja
pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of
the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational
climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan
karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model
kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan
dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih
dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan
kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif
dalam situasi tertentu.
3. Teori Model of Effective Leaders
Model
kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah
laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para
pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur
kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration).
Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para
pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin
mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini
dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi
konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja
antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin
memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya
kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang
mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini
juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan
komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human
relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan
bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja
yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa
pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan
organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang
persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan
senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan
efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia
sekaligus dalam organisasinya.
4. Teori Contingency Model
Studi
kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara
karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan
variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional
berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang
berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang
lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau
variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja
pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler
(1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut
beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style)
dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi
keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara
pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task
structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara
pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu
dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti
petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana
tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai
sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk
yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai
sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena
posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki
akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing.
Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya)
menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan,
promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain,
Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh
interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi
(House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan
dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat),
directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan
peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership
(konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan
achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang
menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal
Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas
pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan
lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur
yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek
kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling
efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.
5. Teori Model of Transformational Leadership
Model
kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam
studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas
yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional.
Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model
kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan
model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan
pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin
transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu
menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai
tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung
memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
0 Response to "Teori Kepemimpinan"
Posting Komentar