SEJARAH BURUNG GARUDA

Burung garuda sejenis dengan rajawali. Tapi, garuda merupakan tokoh rekaan yang hanya ada dalam dunia wayang atau dongeng. Tokoh garuda muncul dalam epos Ramayana dan cerita Garudeya. Bagaimana sejarahnya hingga ia jadi lambang negara kita?
Baik elang maupun rajawali merupakan burung perkasa yang sering dijadikan lambang negara. Sejak tahun 1989 misalnya, pemerintah DKI Jakarta menetapkan elang bondol sebagai lambang Kota Jakarta.

Selain elang bondol, ada pula burung rajawali Haliaetus leucocephalus atau elang besar yang menjadi lambang Amerika Serikat karena penampilannya yang perkasa, dan ukurannya yang besar. Di Eropa ada juga rajawali laut berekor putih. Tubuhnya lebih kekar, dengan bentangan sayap 2,5 m. Kebasan sayap burung ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Kalau sedang berburu mangsa, ia terbang tanpa kebasan sayap. Dari tempat yang tinggi, ia berputar-putar melingkar, lalu menukik pesat ke arah mangsa seraya mendorongkan kuku kakinya ke depan. Kehebatan inilah yang mendorong warga Jerman memilih rajawali laut berekor putih sebagai lambang negara, hingga saat ini.

Kisah kegagahan rajawali laut berekor putih itu pun tersebar sampai ke pantai barat India. Keperkasaannya menerkam ulang juga terdengar oleh para pujangga India di masa lalu. Maka, dalam cerita-cerita yang mereka buat, burung rajawali pun tampil sebagai Resi Garuda, yakni makhluk berkepala burung dan bertubuh manusia. Menurut cerita, burung garuda itu merupakan kendaraan yang biasa dipergunakan Batara Wisnu.

Dari mitos India inilah, para pujangga Jawa zamannya Dharmawansa Anantawikrama Uttunggadewa mengenal dan menyebarkan nama garuda di Jawa Timur tahun 991-1016. Meskipun tidak melihat sendiri wujud burung itu, mereka berhasil membayangkan dan mengabadikannya dalam pahatan relief Candi Kedaton dan Kidal.

Kemudian, garuda yang setengah orang setengah burung diabadikan lebih nyata sebagai arca Airlangga (titisan Wisnu) di Candi Belahan. Dan, sejak proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945, burung garuda dilukiskan sebagai burung rajawali seutuhnya. Kepalanya pun menengok ke kanan seperti semua lambang elang negara lain. Tapi, ia membawa perisai berisi lambang-lambag Pancasila. Sobat-sobat sudah tahu, kan, jumlah bulu sayapnya 17, bulu ekornya 8, bulu ekor di bawah perisai 19, dan bulu kecil di lehernya 45. Ini sangat tepat dengan hari lahir Republik Indonesia. Kakinya merentang spanduk Jawa Kuno, "Bhineka Tunggal Ika", yang berarti beraneka ragam tapi tetap satu…
Kemudian dari rujutan sejarah dalam catatan yang pernah saya pelajari bahwa hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan bagaimana kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.Dia lah Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak.

Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.

Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.

Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini…


0 Response to "SEJARAH BURUNG GARUDA"

Posting Komentar

powered by Dhapna ZN | Template by Dhapna ZN | Converted by DhapnaZN Template